Adapun bentuk-bentuk dari kenakalan remaja adalah :
a. Kebut-kebutan dijalanan yang
mengganggu keamanan lalu lintas dan membahayakan jiwa serta orang lain
b. Membolos sekolah lalu bergelandangan
sepanjang jalan dan kadang-kadang pergi ke pasar untuk bermain game
c. Memakai dan menggunakan bahan
narkotika bahkan hal yang mereka anggap ringan yakni minuman keras.
d. Perjudian dan bentuk-bentuk permainan
lain dengan taruhan, seperti permainan domino, remi dan lain-lain.
e. Perkelahian antar geng, antar
kelompok, antar sekolah, sehingga harus melibatkan pihak yang berwajib.
Sebab-sebab Terjadinya Kenakalan Remaja Faktor Internal (Dalam)
a. Reaksi frustasi diri
Dengan semakin pesatnya usaha pembangunan, modernisasi yang berakibat
pada banyaknya anak remaja yang tidak mampu menyesuaikan diri
terhadap berbagai perubahan sosial itu. Mereka lalu mengalami banyak
kejutan, frustasi, ketegangan batin dan bahkan sampai kepada
gangguan jiwa.
b. Gangguan pengamatan dan tanggapan pada anak
remaja Adanya gangguan pengamatan dan tanggapan di atas
sangat mengganggu daya adaptasi dan perkembangan pribadi anak yang sehat.
Gangguan pengamatan dan tanggapan itu, antara lain : halusinasi, ilusi
dan gambaran semua. Tanggapan anak tidak merupakan
pencerminan realitas lingkungan yang nyata, tetapi berupa pengolahan
batin yang keliru, sehingga timbul interpretasi dan pengertian yang salah.
Sebabnya ialah semua itu diwarnai harapan yang terlalu muluk, dan kecemasan
yang berlebihan.
c. Gangguan berfikir dan intelegensi
pada diri remaja Berfikir mutlak perlu bagi kemampuan
orientasi yang sehat dan adaptasi yang wajar terhadap tuntutan
lingkungan. Berpikir juga penting bagi upaya pemecahan kesulitan dan
permasalahan hidup sehari-hari. Jika anak remaja tidak mampu mengoreksi
pekiran-pekirannya yang salah dan tidak sesuai dengan realita yang ada,
maka pikirannya terganggu.
d. Gangguan perasaan pada anak
remaja Perasaan memberikan nilai pada situasi kehidupan dan
menentukan sekali besar kecilnya kebahagiaan serta rasa kepuasan.
Perasaan bergandengan dengan pemuasan terhadap harapan, keinginan dan
kebutuhan manusia. Jika semua tadi terpuaskan, orang merasa senang dan
bahagia.
Gangguan-gangguan fungsi perasaan itu antara lain :
1) Inkontinensi emosional ialah tidak terkendalinya perasaan yang
meledak-ledak, tidak bisa dikekang.
2) Labilitas emosional ialah suasana
hati yang terus menerus berganti-ganti dan tidak tetap. Sehingga anak
remaja akan cepat marah, gelisah, tidak tenang dan sebagainya.
3) Ketidak pekaan dan mempunyai perasaan
biasa disebabkan oleh sejak kecil anak tidak pernah diperkenalkan dengan
kasih sayang, kelembutan, kebaikan dan perhatian.
4) Kecemasan merupakan bentuk
“ketakutan” pada hal-hal yang tidak jelas, tidak riil, dan dirasakan
sebagai ancaman yang tidak bisa dihindari. Faktor Eksternal
(Luar) Selain faktor dari dalam ada juga faktor yang datang dari
luar anak tersebut, antara lain :
a. Keluarga Tidak
diragukan bahwa keluarga memegang peranan penting dalam pembentukan
pribadi remaja dan menentukan masa depannya. Mayoritas remaja yang
terlibat dalam kenakalan atau melakukan tindak kekerasan biasanya berasal
dari keluarga yang berantakan, keluarga yang tidak harmonis di mana
pertengkaran ayah dan ibu menjadi santapan sehari-hari remaja. Bapak yang
otoriter, pemabuk, suka menyiksa anak, atau ibu yang acuh tak acuh, ibu
yang lemah kepribadian dalam atri kata tidak tegas menghadapi remaja,
kemiskinan yang membelit keluarga, kurangnya nilai-nilai agama yang
diamalkan dll semuanya menjadi faktor yang mendorong remaja melakukan
tindak kekerasan dan kenakalan.
Struktur keluarga anak nakal pada umumnya menunjukkan beberapa
kelemahan/cacat di pihak ibu, antara lain ialah sebagai berikut:
1) Ibu ini tidak hangat, tidak mencintai
anak-anaknya, bahkan sering membenci dan menolak anak laki-lakinya, sama
sekali tidak acuh terhadap kebutuhan anaknya.
2) Ibu kurang mempunyai kesadaran
mengenai fungsi kewanitaan dan keibuannya; mereka lebih banyak memiliki
sifat ke jantan-jantanan.
3) Reaksi terhadap kehidupan
anak-anaknya tidak adekuat, tidak cocok, tidak harmonis. Mereka tidak
sanggup memenuhi kebutuhan anak-anaknya, baik yang fisik maupun yang
psikis sifatnya.
4) Kehidupan perasaan ibu-ibu tadi tidak
mantap, tidak konsisten, sangat mudah berubah dalam pendiriannya, tidak
pernah konsekuen., dan tidak bertanggung jawab secara moral.
Beberapa kelemahan di pihak ayah yang mengakibatkan anaknya menjadi nakal
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Mereka menolak anak laki-lakinya.
2) Ayah-ayah tadi hampir selalu absen
atau tidak pernah ada di tengah keluarganya, tidak perduli, dan
sewenang-wenang terhadap anak dan istrinya.
3) Mereka pada umumnya alkoholik, dan
mempunyai prestasi kriminalitas, sehingga menyebarkan perasaan tidak aman
(insekuritas) kepada anak dan istrinya.
4) Ayah-ayah ini selalu gagal dalam memberikan
supervisi dan tuntunan moral kepada anak laki-lakinya.
5) Mereka mendidik anaknya dengan disiplin
yang terlalu ketat dan keras atau dengan disiplin yang tidak teratur, tidak konsisten.
Selain itu, ada juga beberapa faktor yang datang dari keluarga, antara lain :
1) Rumah tangga berantakan. Bila rumah
tangga terus menerus dipenuhi konflik yang serius, menjadi retak, dan
akhirnya mengalami perceraian, maka mulailah serentetan kesulitan bagi
semua anggota keluarga, terutama anak-anak. Pecahlah harmonis dalam
keluarga, dan anak menjadi sangat bingung, dan merasakan ketidakpastian
emosional. Dengan rasa cemas, marah dan risau anak mengikuti pertengkaran
antara ayah dengan ibu. Mereka tidak tahu harus memihak kepada siapa.
Batin anak menjadi sangat tertekan, sangat menderita, dan merasa malu
akibat ulah orang tua mereka. Ada perasaan ikut bersalah dan berdosa, serta
merasa malu terhadap lingkungan.
2) Perlindungan-lebih dari orang tua. Bila
orang tua terlalu banyak melindungi dan memanjakan anak-anaknya,
dan menghindarkan mereka dari berbagai kesulitan atau ujian hidup
yang kecil, anak-anak pasti menjadi rapuh dan tidak akan pernah
sanggup belajar mandiri. Mereka akan selalu bergantung pada bantuan –
orang tua, merasa cemas dan bimbang ragu selalu; aspirasi dan
harga-dirinya tidak bisa tumbuh berkembang. Kepercayaan dirinya menjadi
hilang.
3) Penolakan orang tua. Ada pasangan
suami-istri yang tidak pernah bisa memikul tanggung jawab sebagai ayah
dan ibu. Mereka ingin terus melanjutkan kebiasaan hidup yang lama,
bersenang-senang sendiri seperti sebelum kawin. Mereka tidak mau
memikirkan konsekuensi dan tanggung jawab selaku orang dewasa dan orang
tua. Anak-anaknya sendiri ditolak, dianggap sebagai beban, sebagai
hambatan dalam meniti karir mereka. Anak mereka anggap cuma
menghalang-halangi kebebasan bahkan cuma merepotkan saja.
4) Pengaruh buruk dari orang tua.
a. Tingkah-laku kriminal, a-susila (suka main perempuan, korup, senang
berjudi, sering mabuk-mabukan, kebiasaan minum dan menghisap rokok berganja,
bertingkah sewenang-wenang, dan sebagainya. dari orang tua atau salah
seorang anggota keluarga bisa memberikan pengaruh menular atau infeksius
kepada anak. Anak jadi ikut-ikutan kriminal dan a-susila, atau menjadi
anti-sosial. Dengan begitu kebiasaan buruk orang tua mengkondisionir
tingkah-laku dan sikap hidup anak-anaknya.
b. Lingkungan Sekolah yang Tidak Menguntungkan Sekolah kita
sampai waktu sekarang masih banyak berfungsi sebagai “sekolah dengar”
daripada memberikan kesempatan luas untuk membangun aktivitas,
kreativitas dan inventivitas anak. Dengan demikian sekolah tidak membangun
dinamisme anak, dan tidak merangsang kegairahan belajar anak.
Selanjutnya, berjam-jam lamanya setiap hari anak-anak harus melakukan
kegiatan yang tertekan, duduk, dan pasif mendengarkan, sehingga mereka
menjadi jemu, jengkel dan apatis. Di kelas,
anak-anak-terutama para remajanya sering mengalami frustasi dan tekanan
batin, merasa seperti dihukum atau terbelenggu oleh peraturan yang “tidak
adil”. Di satu pihak pada dirinya anak ada dorongan naluriah untuk
bergiat, aktif dinamis, banyak bergerak dan berbuat; tetapi di pihak lain
anak dikekang ketat oleh disiplin mati di sekolah serta sistem regimentasi dan
sistem sekolah-dengar. Ada pula guru yang kurang simpatik, sedikit
memiliki dedikasi pada profesi, dan tidak menguasai didaktik-metodik
mengajar. Tidak jarang profesi guru/dosen dikomersialkan, dan pengajar
hanya berkepentingan dengan pengoperan materi ajaran belaka.
Perkembangan kepribadian anak sama sekali tidak diperhatikan oleh guru,
sebab mereka lebih berkepentingan dengan masalah mengajar atau
mengoperkan informasi belaka.
c. Media elektronik Tv, video, film dan sebagainya
nampaknya ikut berperan merusak mental remaja, padahal mayoritas ibu-ibu
yang sibuk menyuruh anaknya menonton tv sebagai upaya menghindari
tuntutan anak yang tak ada habisnya. Sebuah penelitian lapangan yang
pernah dilakukan di Amerika menunjukkan bahwa film-film yang memamerkan
tindak kekerasan sangat berdampak buruk pada tingkah laku remaja. Anak
yang sering menonton film-film keras lebih terlibat dalam tindak
kekerasan ketika remaja dibandingkan dengan teman-temannya yang jarang
menonton film sejenis. Polisi Amerika menyebutkan bahwa sejumlah tindak
kekerasan yang pernah ditangani polisi ternyata
dilakukan oleh remaja persis sama dengan adegan-adegan film yang ditontonnya.
Ternyata anak meniru dan mengindentifikasi film-film yang ditontonnya.
d. Pengaruh pergaulan Di usia
remaja, anak mulai meluaskan pergaulan sosialnya dengan teman-tema
sebayanya. Remaja mulai betah berbicara berjam jam melalui telefon. Topik
pembicaraan biasanya seputar pelajaran, film, tv atau membicarakan cowok/
cewek yang ditaksir dsb. Hubungan sosial di masa remaja ini dinilai
positif karena bisa mengembangkan orientasi remaja memperluas visi
pandang dan wawasan serta menambah informasi, bahkan dari hubungan sosial
ini remaja menyerap nilai-nilai sosial yang ada di sekelilingnya. Semua faktor
ini menjadi penyokong dalam pembentukan kepribadiannya dan menambah rasa
percaya diri karena pengaruh pergaulan yang begitu besar pada diri remaja,
maka hubungan remaja dengan teman sebayanya menentukan kualitas remaja
itu. Kalau ini disadari oleh remaja, maka dengan sadar remaja akan
menyeleksi teman pergaulannya.